Wisata Rumah Adat Wae Rebo, NTT
8:32:00 AM
3 Comments
Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur menyimpan beberapa destinasi wisata yang masih alami dan dipertahankan sampai sekarang. Berkembanganya zaman tidak mempengaruhi perubahan budaya, justru dengan mempertahankan mendapatkan nilai tersendiri bagi para wisatawan.
Wae Rebo meruapakan rumah adat tradisional dengan arsitektur asli Manggarai yang sampai sekarang masih terjaga baik. Rumah adat kampung Wae Rebo disebut Mbaru Niang, dulunya rumah adat ini merata hampir diseluruh Kabupaten Manggarai. Mulai pada tahun 1970 pemerintah mengkampanyekan perpindahan masyarakat pegunungan ke dataran rendah dan pengaruh mmasuknya penduduk dari luar Manggarai secara perlahan-lahan meninggalkan rumah adat Mbaru Niang.
Sekarang Mbaru Niang tinggal tersisa di kampung Wae Rebo. Untuk menuju ke kampung Wae Rebo bukan perkara mudah, jalannya tidak bisa diakses kendaraan pribadi dan umum. Para pengunjung harus rela jalan setapak yang terjal, disamping kiri kanan jalan jurang yang curam. Jalannya yang masih bebatuan, dipadukan dengan kicauan burung, hawa dingin dan awan yang tertutup kabut, serta banyaknya hewan lintah, membuat perjalanan menuju kampung Wae Rebo terasa menantang.
Letak Kampung Wae Rebo
Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Adalah Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Mengapa berbentuk kerucut dan dari mana asal muasalnya masih sebuah tanda tanya besar, kecuali secuil informasi dari tradisi penuturan masyarakatnya sendiri yang merupakan generasi ke-18.
Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda. Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.
Tidak main-main diperlukan waktu kurang lebih 4-5 jam bagi pendatang baru, sedangkan bagi masyarakat kampung Wae Rebo hanya perlu waktu 3 jam. Jalan yang curam dan licin ternyata menyulitkan pengunjung pergi kesana. Sebenarnya pemerintah menawarkan bantuan perbaikan jalan dan sarana pendidikan, namun masyarakat Wae Rebo menolaknya dan tatap ingin menjaga kelestarian budaya.
Pada tahun 2012 yang lalu, desa Wae Rebo menerima penghargaan tertinggi (Award of Excellence) UNESCO Asia Pacific Award 2012. Penghargaan ini diumumkan di Bangkok, 27 Agustus yang diperuntukkan bagi proyek konservasi dalam 10 tahun terakhir untuk bangunan tua berusia lebih dari 50 tahun.
Konservasi rumah adat Mbaru Niang, disebutkan UNESCO telah berhasil mengayomi isu konservasi dalam cakupan luas pada tataran lokal. Proyek konservasi rumah adat berbentuk kerucut ini tidak semata mempertahankan keberadaan rumah adat sebagai benda mati, namun sekaligus menjaga keutuhan tradisi setempat.
Kampung Wae Rebo begitu familiar bagi wiastawan asing, sedangkan bagi masyarakat Indonesia kurang begitu menarik perhatian. Mungkin karena faktor manusia Indonesia yang lebih menyukai wisata bermain, jadi menghiraukan wisata budaya. Anehnya lagi se Kecamatan dimana letak kampung Wae Rebo berada, bila ditanya masih banyak yang belum pernah kesana.
Akses Menuju Kampung Wae Rebo
Penerbangan dari mana saja turun ke Bandara Labuhan Bajo atau Bandara Satar Tacik Ruteng. Sesampainya di Ruteng, Ibu Kota Manggarai anda bisa menyewa travel atau naik otto kayu menuju Kecamatan Satar Mese Barat. Sesampainya di Satar Mese Barat menuju ke kampung Denge (kampung Denge adalah kampung pemberhentian terakir menuju ke Wae Rebo).
Untuk memudahkan perjalan sebaiknya Anda menyewa Guide, karena anda tidak perlu lagi memikirkan persembahan upcara adat, tempat tidur, dan bahkan makanan bisa memilih sendiri (terutama bagi yang muslim) untuk menghindari makanan haram. Mencari Guide sangat mudah, tinggal tanya sama penduduk yang ada dikampung Denge, mereka sudah mengerti.
Wae Rebo meruapakan rumah adat tradisional dengan arsitektur asli Manggarai yang sampai sekarang masih terjaga baik. Rumah adat kampung Wae Rebo disebut Mbaru Niang, dulunya rumah adat ini merata hampir diseluruh Kabupaten Manggarai. Mulai pada tahun 1970 pemerintah mengkampanyekan perpindahan masyarakat pegunungan ke dataran rendah dan pengaruh mmasuknya penduduk dari luar Manggarai secara perlahan-lahan meninggalkan rumah adat Mbaru Niang.
Sekarang Mbaru Niang tinggal tersisa di kampung Wae Rebo. Untuk menuju ke kampung Wae Rebo bukan perkara mudah, jalannya tidak bisa diakses kendaraan pribadi dan umum. Para pengunjung harus rela jalan setapak yang terjal, disamping kiri kanan jalan jurang yang curam. Jalannya yang masih bebatuan, dipadukan dengan kicauan burung, hawa dingin dan awan yang tertutup kabut, serta banyaknya hewan lintah, membuat perjalanan menuju kampung Wae Rebo terasa menantang.
Letak Kampung Wae Rebo
Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Adalah Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Mengapa berbentuk kerucut dan dari mana asal muasalnya masih sebuah tanda tanya besar, kecuali secuil informasi dari tradisi penuturan masyarakatnya sendiri yang merupakan generasi ke-18.
Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda. Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.
Tidak main-main diperlukan waktu kurang lebih 4-5 jam bagi pendatang baru, sedangkan bagi masyarakat kampung Wae Rebo hanya perlu waktu 3 jam. Jalan yang curam dan licin ternyata menyulitkan pengunjung pergi kesana. Sebenarnya pemerintah menawarkan bantuan perbaikan jalan dan sarana pendidikan, namun masyarakat Wae Rebo menolaknya dan tatap ingin menjaga kelestarian budaya.
Pada tahun 2012 yang lalu, desa Wae Rebo menerima penghargaan tertinggi (Award of Excellence) UNESCO Asia Pacific Award 2012. Penghargaan ini diumumkan di Bangkok, 27 Agustus yang diperuntukkan bagi proyek konservasi dalam 10 tahun terakhir untuk bangunan tua berusia lebih dari 50 tahun.
Konservasi rumah adat Mbaru Niang, disebutkan UNESCO telah berhasil mengayomi isu konservasi dalam cakupan luas pada tataran lokal. Proyek konservasi rumah adat berbentuk kerucut ini tidak semata mempertahankan keberadaan rumah adat sebagai benda mati, namun sekaligus menjaga keutuhan tradisi setempat.
Kampung Wae Rebo begitu familiar bagi wiastawan asing, sedangkan bagi masyarakat Indonesia kurang begitu menarik perhatian. Mungkin karena faktor manusia Indonesia yang lebih menyukai wisata bermain, jadi menghiraukan wisata budaya. Anehnya lagi se Kecamatan dimana letak kampung Wae Rebo berada, bila ditanya masih banyak yang belum pernah kesana.
Akses Menuju Kampung Wae Rebo
Penerbangan dari mana saja turun ke Bandara Labuhan Bajo atau Bandara Satar Tacik Ruteng. Sesampainya di Ruteng, Ibu Kota Manggarai anda bisa menyewa travel atau naik otto kayu menuju Kecamatan Satar Mese Barat. Sesampainya di Satar Mese Barat menuju ke kampung Denge (kampung Denge adalah kampung pemberhentian terakir menuju ke Wae Rebo).
Untuk memudahkan perjalan sebaiknya Anda menyewa Guide, karena anda tidak perlu lagi memikirkan persembahan upcara adat, tempat tidur, dan bahkan makanan bisa memilih sendiri (terutama bagi yang muslim) untuk menghindari makanan haram. Mencari Guide sangat mudah, tinggal tanya sama penduduk yang ada dikampung Denge, mereka sudah mengerti.
Hai, makasih udah menulis tentang Wae Rebo Bagus banget dan sangat menginspirasi
ReplyDeleteIya gan, Saya aja pengen ke sana lagi
DeleteSemoga saya bisa kesana, melihat keindahan alam kampung wae rebo
ReplyDelete